Ketika siang menyapa iya tak pernah hendak
menoleh pada pagi yang telah pergi dengan sungging senyum yang tak pernah
lepas. Iya hanya menatap pada malam yang selalu menjadi mimpi dengan gemerlap
bintang yang terkadang iya sendiri tak sadar akan panasnya siang dikala ia
datang. Pagi yang mendung membuat siang enggan pula memampakkan surya dan malam
kian gelap tanpa bintang.
Puisi senja datang kala mentari jingga tertawa
menatap horison yang kian dekat dengan pelupuk matanya. Bulan yang masih nampak
di birunya langit seakan jemu dan tak ada gairah tuk tertawa karena malam tak
kian menatap dengan bangga.
Hidup bagai apalah yang mebuat kamu terkadang
malah sering menyalahkan akan hidup yang kau alami sekarang. Tidakkah kau sadar
yang telah membuatmu mambangun perilaku dan hidupmu saat ini adalah dirimu
sendiri. Untuk mengingat semua itu sekeliling kacapun menatapmu. Menatap dengan
kilau yang menampakkan jalas segala raut wajah dan lekuk tubuhmu. Janganlah kau
salahkan orang lain atas semua, ingatlah semua yang mebentukmu adalah
komunikasi yang selama ini kau perankan walaupun itu tak sengaja kau lakukan.
Pernahkah kau rasa kau hanya sendiri hidup di
dunia ini. Itu adalah pikiran yang kian jelas ada pada seseorang yang merasa
belum mampu mengatur emosi dirinya dan karena iya merasa iya tak bisa hidup
sendiri di sini walaupun tampak ia kuat dihadapanmu. Senyum yang ada di raut
wajah tak berarti senyum gembira yang datang dari aliran sumsum tulang
belakangnya. Sadar atau tidak kau hanya menyangkal apa yang ada diotak dan
perasaanmu. Dan ketika kau melangkah sendiri kau apa semakin tahu jika kau
hanya berpura-pura.
Apa yang tak pernah disadari akan muncul
semakin jelas dan tak berarti apa-apa jika kau tak pernah memaknai apa yang
pernah ada walau hanya sekecil bulir pasir di pantai.